Para pengrajin ketika itu masih sangat mengandalkan bahan-bahan alami untuk pembuatan tenun. Setiap akhir pekan banyak wisatawan yang berkunjung ke Desa Siem untuk melihat proses pembuatan tenun. Di samping itu banyak yang datang dari berbagai daerah di Aceh untuk berguru pada Nyak Mu, termasuk di antaranya Jasmani.
Pemerintah daerah melalui mantan Gubernur (Alm.) Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA bersama sang isteri Siti Maryam sangat berperan dalam pengembangan industri kerajinan souvenir Aceh. Begitu pula mantan Bupati Aceh Besar (Alm.) Drs. H. Sanusi Wahab beserta isterinya Herawati yang konsisten dalam membina para pengrajin souvenir khas Aceh.
Industri rumah tangga songket Aceh ternyata berpotensi sebagai wisata atraksi bagi pelancong yang ingin menyaksikan proses pembuatan songket Aceh. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, didirikanlah Balee Buet Jaroe (Pusat Kerajinan Tangan) Siti Maryam di Desa Miruek Taman, Aceh Besar.
Pemerintah daerah saat itu juga aktif mengirimkan para pengrajin sebagai delegasi ke berbagai event seni dan budaya berskala domestik maupun mancanegara. Dari kegiatan tersebut diharapkan dapat diperoleh umpan balik untuk pengembangan industri kerajinan budaya Aceh. Di antara event yang diikuti oleh Jasmani adalah Festival Budaya Tongtong di Belanda pada tahun 1984.
Pada tahun 2003, Jasmani menikah dengan Parliansyah, seorang pemuda asal Samadua Aceh Selatan. Dari abang Jasmani yang sedang merantau ke Aceh Selatan itulah jodoh mereka dipertemukan. Pada 30 Agustus 2004 mereka dianugerahi seorang buah hati bernama Alfarrizqi.
Musibah gempa dan tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 turut menimpa sebagian wilayah Desa Miruek Taman. Namun, seiring perdamaian dan keberhasilan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami membuat pariwisata Aceh mulai dilirik oleh masyarakat dunia.
Parliansyah (39) saat itu sering menyaksikan kegiatan warga di desanya yang bekerja sebagai penenun. Ia tergerak untuk belajar menenun dan berkat kesungguhan dan kerja keras itulah ia pun telah memiliki keterampilan menenun sebagaimana sang istri. Berbagai event dan pelatihan telah mereka ikuti dalam rangka meningkatkan keterampilan mereka dalam bidang tenun ini.
Harapan untuk Keberlangsungan Songket Aceh
Kini, lebih tiga puluh tahun Jasmani menyalurkan kecintaannya pada bidang kerajinan tenun songket Aceh. Banyak hal yang telah berubah. Semarak kecintaan budaya lokal Aceh pada generasi muda belum lagi segempita di masa silam.
Balee Buet Jaroe Siti Maryam pun hanya tinggal kenangan. Padahal dahulu di lokasi ini tersusun rapi peralatan tenun bukan mesin (ATBM) sekurang-kurangnya sebanyak 20 unit. Di tempat inilah para pengrajin di Desa Miruek Taman mengerjakan tenun songket Aceh.
Dari puluhan wanita yang pernah berprofesi sebagai penenun di Desa Miruek Taman, hanya tinggal sekitar lima orang yang terbilang masih aktif mengerjakan pesanan tenun dari rumah-rumah mereka. Itupun, di desa tersebut sepertinya hanya Jasmani saja yang masih menguasai pembuatan motif.
Sebagai pengrajin, Jasmani juga mengharapkan perhatian serius pada regenerasi pengrajin. Hal tersebut dapat diwujudkan antara lain dengan pemberian muatan lokal menenun bagi pelajar dan mahasiswa di bidang terkait.
Kini, sebuah pamflet dengan corak motif awan meurante telah menghiasi rumah dan sekaligus tempat produksi Songket Jasmani. Pamflet kreasi Piyoh Design tersebut diharapkan dapat membantu pengunjung menemukan lokasi tersebut.
Songket Aceh yang indah dan menawan hasil kreasi Songket Jasmani dapat dijadikan sebagai hantaran (asoe talam) dalam upacara pernikahan adat Aceh. Biasanya satu set songket Aceh terdiri dari masing-masing sehelai selendang dan sarung.
Pemesanan juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Bila anda berminat, silakan berkunjung langsung ke Desa Miruek Taman atau dapat menghubungi akun Instagram Songket Jasmani.
Video Kompas TV Aceh:
Jasmani Daud, Tertatih Menjaga Tenun Songket Aceh
Banda Aceh, 5 Maret 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar