Suasana Diskusi Sesi I. |
Menurut Ibu Laila Abdul Jalil, S.S., M.A., budaya menenun telah ada pada masyarakat Aceh merupakan warisan budaya Aceh yang telah berusia ratusan tahun lamanya, sebagaimana halnya membatik pada masyarakat Jawa. Menurut arkeolog yang mengabdi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh ini, Hj. Maryamun yang disapa Nyakmu -- pendiri Rumoh Teunuen Songket Nyakmu -- tidak hanya mewarisi motif tradisional namun juga piawai menciptakan motif-motif baru.
Motif-motif tersebut pada umumnya terinspirasi dari lingkungan alam pedesaan yang bersumber dari kearifan lokal masyarakat Desa Siem sebagai masyarakat petani. Di antara motif tersebut adalah motif Pucok Reubong, Bungong Kalimah, Bungong Geulima, Bungong Campli, Bungong Awan-awan dan masih banyak lagi yang kesemuanya mencapai 50-an motif yang dikembangkan oleh Nyakmu. Kalau motif Pucuk Rebung ditemui pada hampir semua songket, baik Aceh maupun luar Aceh. Apabila motif Pucuk Rebung di Desa Siem relatif lebih kecil dan rapat, di Meulaboh pucuk rebungnya panjang dan lebar, sementara di Tamiang bentuknya panjang dan langsing.
Para hadirin dari berbagai kalangan menyimak dengan antusias. |
Perjuangan melestarikan budaya pusaka indatu oleh Nyakmu ini mendapat perhatian dan dukungan pemerintah daerah ketika itu, yaitu Gubernur Aceh Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA. Hasil kerajinan tenun Songket Aceh telah diikutsertakan dalam berbagai pameran dan festival budaya di Jakarta, Bali, dan bahkan mancanegara seperti Malaysia, Singapura dan Srilangka. Sebagai penghargaan atas pengabdian beliau, Nyakmu dianugerahi Upakarti pada 28 Desember 1991 yang diserahkan oleh Presiden RI ketika itu Bapak H.M. Soeharto di Istana Negara, Jakarta.
Presiden H.M. Soeharto menganugerahkan penghargaan Upakarti atas pengabdian Nyakmu (Hj. Maryamun) di bidang kebudayaan. |
Seiring konflik bersenjata yang bergolak pada tahun 1999 dan musibah tsunami yang menyebabkan rusaknya sebuah galeri karya tenun mereka di Banda Aceh pada 26 Desember 2004, usaha tenun songket Nyakmu mengalami kemunduran. Masa perdamaian dan rekonstruksi pasca tsunami memberi angin positif dengan hadirnya para turis ke Desa Siem Aceh Besar yang ingin melihat pembuatan tenun. Setelah Nyakmu meninggal dunia pada tahun 2009, usaha tenun songket ini kemudian diteruskan oleh putra-putrinya, antara lain Ibu Dahlia yang mengaku belum sempat mewarisi banyak ilmu dari mendiang ibunya.
Sementara Dr. Iskandarsyah Madjid, S.E., M.M. menyampaikan pentingnya memahami selera konsumen yang diimbangi dengan inovasi, sehingga songket Aceh dapat bertahan dalam pangsa pasar industri kerajinan tenun songket Aceh. Selain inovasi dan kejelian menangkap peluang pasar, tidak kalah pentingnya yaitu strategi pengemasan dan upaya promosi terpadu dalam merebut hati pelanggan. Terkait usulan untuk mengangkat Desa Siem, Aceh Besar menjadi sebuah kawasan Desa Wisata, dosen dan pembina UKM Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsyiah ini mengatakan perlu dipersiapkan infrastruktur oleh pemerintah sehingga harapan tersebut dapat segera diwujudkan.
Pada sesi diskusi kedua ditampilkan narasumber Bapak Zulfikar Taqiuddin, S.Sn, dosen Jurusan Arsitektur Fakuktas Teknik Unsyiah, Julia Safitri, S.T., M.M. owner/fashion designer Jingga Project dan Azhar Ilyas, S.E. mewakili Komunitas I Love Songket Aceh. Dalam sesi kedua dipaparkan upaya memasyarakatkan dan melestarikan tenun songket Aceh melalui inovasi, pemasaran serta komunitas sadar budaya dan sadar karya.
Suasana Diskusi Sesi II |
Selanjutnya Azhar Ilyas, mewakili Komunitas I Love Songket Aceh memaparkan awal mula terbentuknya komunitas sadar budaya dan sadar karya ini. Pertemuan antara Ibu Laila Abdul Jalil yang sedang menyusun buku Cerita Songket Aceh dengan Azhar dan teman-temannya dari komunitas Gaminong Blogger (GIB) memunculkan inisiatif untuk melahirkan komunitas yang mengangkat dan memperkenalkan kerajinan budaya khas Aceh. Sebagai permulaan, komunitas ini memang mengangkat kerajinan tenun Songket Aceh yang berada di Desa Siem, namun tidak menutup kemungkinan untuk selanjutnya akan mengangkat kerajinan tenun songket Aceh di daerah lainnya seperti di Desa Miruek Taman, Aceh Besar dan juga songket-songket Aceh di tempat lainnya.
Team "I Love Songket Aceh" bersama sejumlah karya tenun Songket Nyakmu dan juga aplikasi tenun songket Aceh pada aksesoris design interior hasil kreasi Bapak Zulfikar Taqiuddin, S.Sn. |
Acara ini turut dimeriahkan dengan penampilan peragaan busana (fashion show) tenun Songket Aceh oleh Mahasiswi FKIP PKK Jurusan Tata Busana Universitas Syiah Kuala. Dengan alunan lagu Kuthidieng yang dipopulerkan oleh Liza Aulia, para model menampilkan beragam corak dan motif tenun Songket Aceh seperti Pucok Reubong.
Duta Wisa Provinsi Aceh dan Duta Wisata Indonesia 2008 Hijrah Saputra Yunus berfoto bersama Mahasiswi FKIP PKK Prodi Tata Busana Unsyiah |
Moderator Diskusi Gathering Tenun Songket Aceh Al Khosim berfoto bersama Mahasiswi FKIP PKK Prodi Tata Busana Unsyiah |
Atas nama komunitas, terima kasih kami haturkan kepada panitia, narasumber dan seluruh pendukung acara Diskusi Gathering Tenun Songket Aceh yang diselenggarakan oleh komunitas "I Love Songket Aceh". Semoga bermanfaat dan industri tenun songket Aceh kembali maju untuk ke depannya. Sampai berjumpa lagi !
Gedung Aula Museum Aceh |
#ILoveSongketAceh #AyoKeAcehLagi #handmade #craft #souvenir #localwisdom #weaving #cloth #ijasungket #acehluarbiasa #community
Fanpage: https://www.facebook.com/groups/ilovesongketaceh/
Instagram: http://instagram.com/ilovesongketaceh
Twitter: https://www.twitter.com/lovesongketaceh
Blog: http://ilovesongketaceh.blogspot.co.id
Email: ilovesongketaceh@gmail.com
Logo "I Love Songket Aceh" karya Piyoh Design |
Banda Aceh, 1-4 November 2015.
Narasi : Azhar Ilyas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar